Ini hanyalah sepenggal kisah dari jutaan kisah yang setiap detik
berlalu, diabadikan sang waktu dan dibingkai dalam lembar-lembar
kenangan...
Tadi sore saya naik bendi dari Pasa Ibuah ke Pasa
Payokumbuah sepulang belanja kebutuhan perut. Kebutulan penumpangnya
cuma tiga orang, saya dan seorang bapak 60an beserta anaknya atau
mungkin cucunya usia sekitar 5-6 tahun. Mereka duduk menghadap ke depan
sejajar kusir, sedangkan saya sendirian di bangku belakang.
Bendi melaju pelan di
antara deru kendaraan yang cukup padat. Karena bendi jalannya pelan,
laju kendaraan di belakangnya agak sedikit tersendat-sendat sampai jalur
sebelah agak longgar sehingga kendaraan lain bisa mendahului bendi
tersebut..
Sampai di jalan yang agak sempit, ada sebuah "oto rancak
badagok" berwarna putih yang terlihat dikemudikan oleh seorang ibu ibu..
Ibu itu kelihatan sangat modis tercermin dari gaya jilbab yang dia
pakai. Mobilnya dipaksa berjalan "bainsuik-insuik" di belakang bendi
sebab tak memungkinkan untuk memotong bendi dengan kondisi jalan yang
hanya cukup untuk satu mobil.
Saya menoleh kearah ibu tersebut dan tersenyum, si ibu balas cuek saja sambil mengalihkan pandangannya ke kiri dan ke kanan.
Saya pikir mungkin si ibu itu tidak melihat saya dan saat dia kembali
melihat ke depan, kembali saya senyumi, dia tetap cuek aja dan seperti
menarik nafas dan kembali mengalihkan pandangannya.
Pikiran saya
sontak berujar "mungkin ibu ini merasa sangat terganggu dengan laju
bendi yang pelan dan mungkin ibu ini berpikir seperti ini
"helloww...hari gini masih make kendaraan zaman siti nurbaya, apa kata
toyota, honda, daihatsu dan teman-temannya, pantas saja ford mau
hengkang dari negeri ini..helloow.."
Demi pikiran itu saya jadi menarik nafas dan beradai-andai..andaikan saya "beroda"..andaikan..
Namun hatiku berujar "bendi memang pelan, tapi bendi adalah saksi
budaya yang masih hidup, bendi nyaris tak berpolusi, dan bendi adalah
produk dalam negeri yang patut dibanggakan. Dannn.. mereka yang "beroda"
pasti tak pernah tau bagaimana menyenangkannya saat menaiki bendi..."
Saya menyetujui hatiku dan kembali tersenyum, meski ibu itu tetap cuek
dan mulai terlihat "sengkis" karena harus terus mengekori bendi hingga
ke Pasa Panampuang..
Pikiranku lantas nyelutuk "ternyata kali ini
"oto badagok" itu kalah cepat dari bendi, buktinya bendi yang duluan
nyampe di Pasa..
hahahaha... (untung masih dalam hati)
Payakumbuh, 16 Februari 2016
No comments:
Post a Comment